“Mau
kuliah dimana, Nak?”, tanya salah seorang guru pada sebuah forum diskusi kelas
kala itu. “Bingung Bu, Saya bahkan tidak tahu mau jadi apa esok”.
Mungkin
– atau memang sudah budaya – sebuah fenomena yang mendarah daging pada generasi
muda yang ibarat sebuah kapal tanpa awak, bingung tak tahu tujuan hidupnya.
Sungguh sebuah ironi jika seorang siswa sekolah menengah atas yang mau menjadi
mahasiswa, tidak tahu apa yang akan ia lakukan untuk hari esoknya.
Memang
bukan isu “gamblang” lagi jika kita membicarakan potensi diri. Tidak sedikit
orang tahu arti potensi diri itu sendiri, namun ironisnya banyak pula yang
tidak memahami apa potensi diri itu.
Banyak
orang menganggap isu “ketidaksadaran potensi diri” adalah sebuah kasus sepele
seperti uang koin seratus rupiah yang jatuh ke saluran pembuangan. Beberapa
orang terus mencari uang koin yang jatuh itu karena menganggap itu adalah
satu-satunya bekal mereka, namun tak jarang yang gagal pula. Oleh karena itu,
tidak mengherankan banyak pelajar terjebak dalam jerat tali hitam kegagalan,
dan juga keputusasaan.
Satu
kata yang muncul dalam benak penulis ketika mendengar kata “Potensi Diri”,
yaitu pengenalan. Pengenalan bukan berarti kita harus saling jabat tangan
seseorang. Pengenalan sesungguhnya adalah bagaimana kemahiran kita dalam
mengetahui sekaligus memahami seluk beluk yang ada dalam pribadi sendiri. Kalau
boleh saya bilang, tidak mudah ikut-ikutan. Macam gerombolan anak norak yang
sering adu suara motor dijalanan. Kalau kata orang-orang sih, OBLO (Organisasi Bocah Lali Omah). Namun, sekali lagi penulis
terangkan bahwa pengenalan diri adalah sebuah upaya yang fundamental, namun riskan akan kegagalan.
Kerap
pula dijumpai kasus mahasiswa yang sudah menjalani rutinitas menjadi seorang deadliner tugas (Bahkan menunggu tiga
jam dosen untuk kuliah pakar hingga main petak umpet memburu tanda tangan),
gagal – atau mungkin merasa ketidak cocokan – pada apa yang sudah mereka
jalani. Ini adalah satu dari sekian bukti absolut bahwa pengenalan diri menjadi
juru kunci seseorang. Akankah dia sukses atau gagal dan memalukan.
Melakukan
sebuah pengenalan pada diri sendiri tidaklah mudah dan pula tidak sesusah yang
dibayangkan. Mudah karena Anda tahu apa yang menjadi kesukaan dan kebencian
Anda pada suatu hal. Susah karena Anda menganggap semua hal adalah hal yang
“itu-itu saja”. Sehingga Anda merasa bosan dan terjebak dalam pemikiran
sendiri. Anda tidak tahu dalam hal apa unggul, sehingga mudah terpengaruh dan
ikut-ikutan teman. Yah, contohnya OBLO itu tadi, atau lebih parahnya saya pake
istilah tidak punya karakter?
Penutup
dalam celoteh kali ini, terutama pembaca sekalian yang mumpung masih kelas 12 – yang maba juga boleh. Luangkan sedikit
waktu untuk diri sendiri, setidaknya merenung. Jangan beri perhatian pada hal
yang tidak berguna pada hidup Anda. Ketahui apa yang Anda sukai terlebih
dahulu. Perdalam hal tersebut, maka Anda sekalian akan menjadi pribadi yang
unggul. Pribadi unggul yang akan membangun peradaban utama. Terkhusus yang
masih maba, jika baru menyadari apa yang disuka, cepatlah pindah jurusan.
Sekali lagi saya ulangi, (Seperti yang pernah dosen saya katakan) mumpung masih maba segeralah pindah
jurusan. Mumpung.
“Terus
kak, gimana uang gedung dan UKT-nya?”
Sayang
sekali dek, dosen penulis tidak membahas tentang uang gedung dan UKT. Jadi,
penulis dan segala serapahnya hanya bisa bilang, ya sudahlah. I don’t give a sh*t with something useless.
Ketimbang stress karena kuliah nyendat plus IPK jeblok? Sampai jumpa di edisi
berikutnya, salam mahasiswa serapah!
Ditulis
Oleh:
Arlinda
Silva Prameswari
August
22, 2015
Ketika
musim maba dan keluhan salah jurusan mulai menjamur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar