Pembuka

Laman seorang pemikir salah kaprah yang menulis seenak kupingnya. Tulisan di laman ini adalah murni dari penulis. Beberapa artikel mungkin mengandung unsur "doktrin" ataupun "opini serapah"

Gambar Header

Gambar Header

Sabtu, 22 Agustus 2015

“OBLO”, Produk Gagal Penemuan Potensi Diri

“Mau kuliah dimana, Nak?”, tanya salah seorang guru pada sebuah forum diskusi kelas kala itu. “Bingung Bu, Saya bahkan tidak tahu mau jadi apa esok”.

Mungkin – atau memang sudah budaya – sebuah fenomena yang mendarah daging pada generasi muda yang ibarat sebuah kapal tanpa awak, bingung tak tahu tujuan hidupnya. Sungguh sebuah ironi jika seorang siswa sekolah menengah atas yang mau menjadi mahasiswa, tidak tahu apa yang akan ia lakukan untuk hari esoknya.

Memang bukan isu “gamblang” lagi jika kita membicarakan potensi diri. Tidak sedikit orang tahu arti potensi diri itu sendiri, namun ironisnya banyak pula yang tidak memahami apa potensi diri itu.
Banyak orang menganggap isu “ketidaksadaran potensi diri” adalah sebuah kasus sepele seperti uang koin seratus rupiah yang jatuh ke saluran pembuangan. Beberapa orang terus mencari uang koin yang jatuh itu karena menganggap itu adalah satu-satunya bekal mereka, namun tak jarang yang gagal pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan banyak pelajar terjebak dalam jerat tali hitam kegagalan, dan juga keputusasaan.


Satu kata yang muncul dalam benak penulis ketika mendengar kata “Potensi Diri”, yaitu pengenalan. Pengenalan bukan berarti kita harus saling jabat tangan seseorang. Pengenalan sesungguhnya adalah bagaimana kemahiran kita dalam mengetahui sekaligus memahami seluk beluk yang ada dalam pribadi sendiri. Kalau boleh saya bilang, tidak mudah ikut-ikutan. Macam gerombolan anak norak yang sering adu suara motor dijalanan. Kalau kata orang-orang sih, OBLO (Organisasi Bocah Lali Omah). Namun, sekali lagi penulis terangkan bahwa pengenalan diri adalah sebuah upaya yang fundamental, namun riskan akan kegagalan.

Kerap pula dijumpai kasus mahasiswa yang sudah menjalani rutinitas menjadi seorang deadliner tugas (Bahkan menunggu tiga jam dosen untuk kuliah pakar hingga main petak umpet memburu tanda tangan), gagal – atau mungkin merasa ketidak cocokan – pada apa yang sudah mereka jalani. Ini adalah satu dari sekian bukti absolut bahwa pengenalan diri menjadi juru kunci seseorang. Akankah dia sukses atau gagal dan memalukan.
Melakukan sebuah pengenalan pada diri sendiri tidaklah mudah dan pula tidak sesusah yang dibayangkan. Mudah karena Anda tahu apa yang menjadi kesukaan dan kebencian Anda pada suatu hal. Susah karena Anda menganggap semua hal adalah hal yang “itu-itu saja”. Sehingga Anda merasa bosan dan terjebak dalam pemikiran sendiri. Anda tidak tahu dalam hal apa unggul, sehingga mudah terpengaruh dan ikut-ikutan teman. Yah, contohnya OBLO itu tadi, atau lebih parahnya saya pake istilah tidak punya karakter?

Penutup dalam celoteh kali ini, terutama pembaca sekalian yang mumpung masih kelas 12 – yang maba juga boleh. Luangkan sedikit waktu untuk diri sendiri, setidaknya merenung. Jangan beri perhatian pada hal yang tidak berguna pada hidup Anda. Ketahui apa yang Anda sukai terlebih dahulu. Perdalam hal tersebut, maka Anda sekalian akan menjadi pribadi yang unggul. Pribadi unggul yang akan membangun peradaban utama. Terkhusus yang masih maba, jika baru menyadari apa yang disuka, cepatlah pindah jurusan. Sekali lagi saya ulangi, (Seperti yang pernah dosen saya katakan) mumpung masih maba segeralah pindah jurusan. Mumpung.
“Terus kak, gimana uang gedung dan UKT-nya?”

Sayang sekali dek, dosen penulis tidak membahas tentang uang gedung dan UKT. Jadi, penulis dan segala serapahnya hanya bisa bilang, ya sudahlah. I don’t give a sh*t with something useless. Ketimbang stress karena kuliah nyendat plus IPK jeblok? Sampai jumpa di edisi berikutnya, salam mahasiswa serapah!

Ditulis Oleh:
Arlinda Silva Prameswari
August 22, 2015

Ketika musim maba dan keluhan salah jurusan mulai menjamur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar