Pembuka

Laman seorang pemikir salah kaprah yang menulis seenak kupingnya. Tulisan di laman ini adalah murni dari penulis. Beberapa artikel mungkin mengandung unsur "doktrin" ataupun "opini serapah"

Gambar Header

Gambar Header

Minggu, 12 Juli 2015

LUCUNYA KITA


- Manusia memang benar-benar tolol. Hasil penciptaan Vertebrata yang mencoba jadi Mollusca. Ber-ekstremitas empat yang tidak melata, tapi bertingkah seolah buaya. Makhluk omnivora yang tak jarang menjadi karnivora pemakan sesama -  

  Waktu senggang adalah waktu yang tepat untuk sebagian orang introvert maupun setengah extrovert untuk sedikit merenungi hidup dan jadi diri masing-masing. Satu dari sekian probabilitas yang acap kali melanda ketika seseorang tenggelam dalam renungan tak lain adalah, mengapa, bagaimana, dan apa. Terlepas dari pelbagai spekulasi yang terlintas dalam benak manusia, penulis sendiri akhir-akhir ini mencoba untuk sedikit menyelami hal-hal “tak penting” – yang tetap saja menurutnya penting – untuk dijadikan sebuah tulisan yang tidak layak publish. Ah, sepertinya orang ini sudah mulai habis kesibukannya setelah selusin anime dan satu paket novel telah ia telan, kecuali satu perencanaan yang masih belum saja ia laksanakan. Bocah itu memang sedikit payah dan mudah dialihkan, terkadang.

  Bicara tentang alih-dan-mengalihkan, dan tetap saja masih berhubungan dengan bocah di atas – yang akan sedikit demi sedikit saya ajak Anda untuk beranjak dari dia, setidaknya – tayangan televisi akhir-akhir ini juga ikut-ikutan beralih! Amboi, besar pula pengaruh penulis ini! Nampak beberapa modifikasi dan tampilan asing para pemeran layar kaca yang menurut penulis sangat mencanggungkan. Sudah sekian lama, semenjak terakhir kali libur semester, ia menancapkan bokong beberapa meter depan layar tivi dengan satu kantong kripik singkong hingga lewat tengah malam. Sempat pula penulis berpikir melewati pusaran waktu menuju jaman tak terduga menggunakan mesin waktu Doraemon, atau pun menggunakan teknologi dengan prinsip relativitas Einstein dan sedikit bermain dengan kucing Scrondinger. Dan detik itu pula ia sadar, dan terjawab pula semua spekulasinya. Ini adalah Ramadhan.


 Ramadhan sangat erat hubungannya dengan kurma, takjil, makan kenyang waktu berbuka, perasaan ngantuk dan kaki mendadak kram saat shalat tarawih – tentu saja saat sang imam membaca surah Al-Baqarah pada salah satu rakaat (sebenarnya ini true story) – sampai iklan sirup marjan yang konsepnya sama dari taun ke taun, cerita bersambung, dan juga artis mendadak alim! Alim! Sekali lagi, alim!

  Orang-orang hedonis sana mendadak tobat – tepatnya pura-pura untuk menjadi orang tobat – agar masih bisa dapet job, eksis, dan dikira orang agamis pada waktu Ramadhan – padahal aslinya benar-benar memprihatinkan. Sok-sok pakai hijab, berkerudung, tapi rambut poni masih jelalatan kemana-mana. Menutup aurat pakai baju panjang, berjubah, tapi press body. Bahkan terkadang menimbulkan kesan untuk memperbesar bagian depan dan belakangnya, if you know what I mean. Moral kita, atau memang manusiannya, memang benar-benar sudah bobrok.

   Sebut saja salah satu artis – bahkan saya sangsi untuk menyebutnya artis – yang terkenalnya saja lewat ajang pencarian jodoh jaman saya SD dan kerjannya cuma cari sensasi, Nikita Mirzani. Bahkan orang seperti dia yang terkenal dengan pakaian seksinya saja menggunakan baju “sopan”, walaupun tidak sepenuhnya tertutup. Dan baru-baru ini saya mengetahui bahwa ia kembali membuat satu skandal. Contoh lain Jupe. Siapa pula yang tak kenal Jupe? Insiden goyang karawang dengan Dewi Persik, ditinggal pacar pulang ke negarannya, sampai artis ratu bohai. Tampar saya jika Anda tidak tahu. Ia pun berhijab! Setelah semua serapah konyol yang dengan “polosnya” ia lontarkan ke publik – termasuk janji lari telanjang keliling gelora bung karno tempo lalu – seolah menguap begitu saja. Hal serupa juga terjadi dengan Vicky Prasetyo. Saya sendiri pusing bukan kepayang melihat mukanya masih saja nongol di layar kaca. Bukankah masih banyak manusia berbakat di negara ini? Setelah semua skandal nikah palsunya dan gaya sok inteleknya yang memalukan itu – yang dikirannya sangat keren – masih saja ada sustradara yang mempekerjakannya. Saya jadi ragu, apakah ini artisnya, sustradara, produser, atau pemilik stasiun televisinya yang harus dieliminasi. Hendaknya ini menjadi tamparan kasar untuk KPAI yang kinerjanya katannya “sedikit” tidak becus. Beberapa adegan kartun yang menurut saya tidak pofokatif disensor, namun banyak tayangan misal sinetron yang jelas-jelas merusak otak orang-orang yang melihatnya justru malah diekspos. Mungkin setelah ini saya harus menandatangani salah satu petisi.

  Bicara tentang pola tingkah manusia memang tidak ada habisnya. Seperti yang dikatakan oleh putri Hime pada salah satu episode Kekaishi, manusia memang bakka (dalam Bahasa Jepang artinya bodoh). Manusia lemah tapi masih saja berlagak kuat. Bahkan tidak peduli cara itu baik, buruk, sukar, susah, tetap saja dilakukan. Acap kali beberapa aturan dibuat untuk menjadikan manusia itu makhluk yang kuat, dinamis, terstruktur. Namun, dilain pihak justru mereka sendiri yang melanggarnya dan dengan tololnya mengatakan “peraturan dibuat untuk dilanggar”. Bukan, penulis bukanlah orang tanpa dosa yang selalu patuh pada aturan. Tapi jika ingin melanggar aturan, pilihlah dengan bijak! Jangan jadi katak yang ingin lompat keluar tapi malah diterkam ular. Adakalanya pelanggaran aturan – saya lebih suka menyebutnya reformasi aturan – itu memang perlu untuk dilakukan. Jangan lakukan aturan yang jelas-jelas tidak ada mudaratnya. Salah satu contoh yang mungkin sering kita temui, diwajibkannya untuk ikut kegiatan, sanksinya tidak lulus TA. Atau mungkin diwajibkan membayar untuk hal-hal yang sangat tidak ada hubungannya dengan akademik, sanksinya nilai ujian blok/semester tidak keluar. Ada juga yang mengatakan harus setidaknya mengikuti beberapa kegiatan, sanksinya tidak boleh ikut KKN. Menyebalkan, kadangkala ingin sekali memaki dunia, bukankah begitu?

  Manusia memang benar-benar tolol. Hasil penciptaan Vertebrata yang mencoba jadi Mollusca. Ber-ekstremitas empat yang tidak melata, tapi bertingkah seolah buaya. Makhluk omnivora yang tak jarang menjadi karnivora pemakan sesama. Manusia menciptakan begitu banyak aturan yang tidak boleh untuk dilanggar. Manusia membuat banyak sekali hal-hal yang sebenarnya penting namun sulit untuk dijelaskan. Dan hal itulah yang menguatkan bahwa manusia itu benar-benar penciptaan yang rumit. Adalah sebuah kesalahan besar Teori Darwin pernah terlahir dan dosa besar bagi para Darwinisme yang mempercayai hal itu. Sesuatu hal yang mustahil jika manusia adalah evolusi makhluk kecil bersel satu di lautan (Baca versi asli The Origin of Species).

  Orang-orang tua ketika saya kecil mengatakan bahwa jikalau kalian shalat hendaknya ngadep ngulon (dalam Bahasa Jawa artinya arah Barat). Manakah arah kulon itu? Mereka berkata bahwa arah kulon adalah arah dimana matahari pergi dari singgasanannya, terbenam. Syahdan, penulis kecil kala itu pun menancapkan sebuah doktrin bahwa semua orang yang shalat hendaknya menghadap Barat. Tapi, disana lah masalah mulai timbul. Apakah harus menunggu munculnya matahari hanya untuk menentukan waktu shalat? Bagaimanakah dengan malam hari? Bagaimana menuntukan arah Barat itu?

   Waktu itu ketika sedang tidak berada di tanah Jawa, salah seorang teman dengan pintarya – lebih tepat dibilang dengan sok pintarnya – mengatakan bahwa itu arah utara, timur, barat, dan selatan, seraya menunjuk ke empat penjuru mata angin tersebut. Dalam benak saya pun berspekulasi bagaimana pula dia dan orang-orang sejenisnya mengetahui arah mata angin tersebut. Hal serupa pun terjadi sewaktu saya, budhe, dan anggota keluarga lainnya pergi ke tempat nan jauh. Namun edisi kali ini, arah mata angin yang mereka tunjuk berbeda. Sang budhe menunjuk arah utara ke kanan, sementara si tante menunjuk ke kiri. Penulis yang polos pun menjadi semakin bingung. Semenjak saat itu penulis cenderung masa bodoh dengan penjuru mata angin. Setidaknya menunjukkan lokasi suatu tempat lebih nyaman menggunakan istilah belok kanan-kiri ketimbang belok ke timur-barat. Alasan lain karena penulis tidak tahu-menahu bagaimana menentukan arah penjuru mata angin.

  Setidaknya waktu telah berlalu panjang dan permasalahan mata angin masih menghantui penulis. Ketika waktu itu sedang sibuknya membaca buku geografi milik kakak saya – penulis masih duduk di bangku Sekolah Dasar, sebuah jawaban secara tidak sengaja telah ditemukan. Arah Angin! Kau bisa menggunakan arah datangnya angin untuk menentukan penjuru mata angin! Dijelaskan pula dengan gamblang bahwa negara kita adalah negara tropis yang memiliki dua musim, setidaknya ini sedikit mempermudah seorang amatiran untuk belajar agar tidak tersesat di alam. Ketika musim penghujan tiba, itu terjadi sekitar bulan Oktober-April angin berhembus keras melewati samudra luas membawa titik-titik air yang akan mambasahi tanah hindia. Angin itu berhembus dari arah barat (benua Asia) melewati lautan Hindia menuju ke arah timur selatan (benua Australia). Demikian pula sebaliknya, jikalau musim kemarau tiba angin akan berhembus keras dari arah timur menuju barat dengan membawa hawa kering. Lantas bagaimana caranya? Kau bisa menggunakan sehelai kain atau rambutmu untuk menentukan arah angin datang. Cukup biarkan kedua benda itu berkibar dan lihat kemana ia menari, maka itulah arah yang kau cari. Namun, setelah beberapa kali mencoba cara ini memang sedikit merepotkan. Beberapa masalah kerap timbul, kencangnya angin dan debu hingga membuatmu reflek menutup mata, kaburnya kain karena tertiup angin, belum lagi permasalahan rambut yang akan sulit kau sisir jika angin terlalu kencang. Pada akhirnya cara menentukan arah penjuru mata angin dengan arah angin pun resmi dicoret dalam daftar. Pernakah kau kuberitahu satu hal, jangan beri perhatian pada hal-hal yang tidak penting dan merepotkan. Hal ini, menentukan penjuru mata angin dengan dengan arah datangnya angin, termasuk merepotkan.

Sumber: Di sini

 Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan meningkatnya kecerdasan otak manusia, keingintahuan akan penjuru mata angin mengantarkan penulis pada ilmu perbintangan – tentunya ada pula alasan lain yang lebih kuat – Astronomi. Kala itu dimana hasrat keingintahuan sedang berada pada puncak tertingginya, sekian banyak buku telah dilahap. Walaupun beberapa buku berbahasa Inggris yang kadang tak tahu apa yang dimaksud pun terpaksa ia baca, mengingat betapa langkahnya buku Astronomi di tanah kita. Sampailah pula ia pada bab bintang, bab yang mengantarkannya pada sebuah jawaban dan kenyataan baru. Ada ribuan hingga jutaan bintang di galaksi kita. Tatasurya kita, dengan matahari sebagai pusatnya, hanya bagian kecil dari galaksi Milky Ways. Tata surya kita hanya berada pada piringan bima sakti, bukan di tengah. Sekali lagi saya ulangi piringan! Pinggir! Bukan tengah! You are not the center of the universe!

  Dalam galaksi kita ada banyak bintang yang letaknya statis, dikatakan statis karena letaknya yang jauh sehingga terlihat tetap jika dilihat di bumi. Mereka bersama dengan matahari kita mengelilingi galaksi dengan tata urutan tertentu yang jika dilihat dari Bumi membentuk beberapa garis khayal, rasi bintang. Dan garis khayal itu yang membantu kita untuk menentukan arah penjuru mata angin.  Salah satu contoh adalah rasi bintang Crux atau rasi bintang salib, sebagai salah satu symbol dalam mitologi yunani, yang terdiri dari empat gugus bintang yaitu, g acru (g cru), σ cru, Acrux (α1 cru), dan bintang mimosa (β cru), yang menujuk arah selatan. Bintang pollaris, bintang paling terang di utara yang selalu berada di sana sebagai petunjuk para pelaut termasuk Columbus tatkala terdampar dan menemukan benuah Amerika, dan juga segitiga musim panas, yang tentunya hanya dijumpai saat musim panas, yang menunjuk arah barat. Kerap pula dijumpai sewaktu fajar. Di ufuk timur, dua bintang yang sangat terang membentuk dua titik di langit. Tidak, bukan bintang. Itu adalah planet Jupiter dan Venus. Beberapa saat sebelum matahari terbit, kedua planet tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang, berdekatan membentuk segitiga dengan bulan. Demikianlah ujung pencarian jawaban penulis, dan tampaknya ia sedikit puas dengan kenyataan yang ia dapatkan. Setidaknya menggunakan patokan Bintang untuk menentukan penjuru mata angin berhasil ia tulis dalam daftar 1001 Hal Penting yang Tidak Merepotkan miliknya. Namun, Anda mungkin saja akan kebingungan tatkala langsung terjun ke lapangan untuk mecari bintang-bintang yang telah disebutkan di atas. Anda tidak disalahkan, mengingat belum tahunya “tempat” bintang itu bersarang. Anda mungkin akan kebingungan dan hanya melihat ribuan titik dilangit tanpa memahami satu makna pun, ibarat kapal yang berlayar tapi tak tahu pelabuhannya. Sedikit melihat peta bintang mungkin akan membantu, atau Anda dapat langsung mendownload aplikasi Stellarium untuk praktisnya, juga sedikit imajinasi karena gambar-gambar mitologi yunani tidak segampang yang dipikirkan.

  Seorang astronom sekaligus matematikawan kuno, Galileo Galleli, mengungkapkan bahwa Bumi itu bulat dengan matahari sebagai pusat sumbunya. Tapi, pendapatnya itu ditentang dan ia dihukum gantung oleh pihak gereja karena dianggap mensalahkan dan menodai kemurnian ajaran Kristen kuno. Beberapa abad kemudian telah terkuak kenyataan yang telah diyakini publik hingga kini bahwa Bumi itu bundar, setidaknya Galileo mati tidak sia-sia. Dan disinilah masalah baru muncul.  Telah disebutkan bahwa sejauh kisah ini paham penulis adalah “seorang muslim yang shalat hendaknya menghadap Barat”, lantas muncul satu pertannyaan dalam benak penulis kecil. Dimanakah arah Barat berawal? Dan kalimat awal paragraf ini berhasil menjawabnya. Tidak ada awalan untuk arah barat, begitu pula dengan timur, utara, dan selatan. Karena bumi itu bulat, tidak memiliki awalan dan akhiran. Dan ketika itu penulis mulai memperdalam Kartografi, ilmu peta.

  Entah mengapa semenjak kecil penulis selalu tertarik dengan Globe. Suatu saat ingin memiliki satu globe kecil di kamarnya, namun hingga sekarang tak kunjung ada. Masih segar dalam ingatan bahwa kartografi mulai diajarkan ketika kelas empat sekolah dasar, waktu itu masih satu rumpun dengan ilmu sosial. Keingintahuan itu membuat ia berhasil menghafal lebih dari 93 letak geografis negara anggota PBB.  Ia mencoba menarik garis lurus dan menghubungkan Pulau Jawa dengan Kota Mekka. Namun, itu bukanlah garis lurus melainkan garis dengan sinus 30° arah horizontal. Jika ditarik lurus Pulau Jawa ke arah Barat, maka akan tepat membidik Pulau Madagaskar di Timur Afrika. Dari sana timbul kesadaran bahwa sebagian besar persepsi masyarakat yang beredar adalah salah besar. Mereka mengatakan lurus ke Barat, bukan miring ±30° ke arah Barat. Jika mereka melakukan itu, maka kiblat mereka bukanlah Ka’bah tapi Pulau Madagaskar. Beberapa tahun kemudian film Sang Pencerah pun dirilis, dan penulis pun sedikit mensayangkan film itu. Hendaknya dirilis sedikit lebih awal sajalah film itu sehingga ia tak usah capek-capek mengentaskan rasa ingin tahunya. Dari sanalah diketahui bahwa masyarakat kita masih saja kolot, padahal ilmu itu telah diberikan oleh Bapak Ahmad Dahlan beberapa puluh tahun lalu.

  Eksplorasi globe pun tidak berhenti sampai di situ, begitu banyak hal diperoleh dari replika bola dunia itu. Jika mereka mengatakan “Seorang muslim yang shalat hendaknya menghadap Barat”, lantas bagaimana dengan orang yang berada di Rusia, Australia, maupun Alaska? Jawabannya Tidak! Mereka tidak menghadap ke Barat! Orang Rusia akan menghadap ke selatan tentunya dengan penyesuaian beberapa derajat, begitu pula yang lainnya. Itulah sebuah analogi. Tidak bisa dibayangkan pemikiran sederhana seorang bocah bisa membuat beribu pertanyaan baru. Semua akan menghadap ke kota mekka. Menghadap ke arah ka’bah, bukan ke penjuru mata angin.

   Syahdan, jikalau pergi jauh dengan mengendarai transportasi darat maupun laut, tentunya sebuah masalah besar jika kita tidak mengetahui arah kiblat untuk shalat. Namun, sebuah pemikiran baru pun muncul. Setelah ulasan bentuk bulat bumi yang telah diyakini, kenyataan baru pun terkuak. Kemanapun arah kita menghadap, hendaknya bukanlah sebuah problematic besar jika kita, umat islam Indonesia yang shalat menghadap ke timur. Bukankah begitu? Hal ini setidaknya berlaku jika kita dalam perjalanan. Karena pada prinsipnya bumi itu bulat, tidaklah mengapa jika kita shalat dengan menghadap arah manapun. Namun, masih saja ada satu hal yang mengganjal dan itu masih masuk dalam pemikiran terdalam penulis. Menghantuinya hingga kini. Mengapa kita shalat tidak menghadap ke timur? Padahal jikalau menghadap ke timur pun ujung-ujungnya kita juga akan menemukan ka’bah. Masalah kiblat – masalah arah shalat – yang menggunakan penjuru mata angin ini seharusnya bukanlah hal yang konkret untuk ditangguhkan. Majid-masjid pun tidak seharusnya dibangun dengan tempat imam yang khusus menghadap ke barat. Setelah mencari jawaban dan cemoohan yang cukup dari para senior yang berpemikiran tertutup itu, akhirnya ia mendapat sebuah jawaban.

   Jarak. Sebuah jawaban singkat yang cukup memukul pemikiran konyolnya hingga kini. Indonesia adalah negara timur. Jika Anda membagi bola dunia dengan dua bagian yang sama besar mengikuti garis bujur, maka akan didapat dua potong bagian. Barat dan timur. Kerajaan Saudi termasuk bagian negara timur namun letaknya di tengah, itulah mengapa ia – atau negara-negara arab lainnya- disebut negara timur tengah. Dan itu adalah satu dari sekian alasan mengapa kita shalat menghadap ke Barat. Jika Anda menarik garis lurus dari arah Barat menuju Kota Mekka dan arah Timur menuju Kota Mekka pula, maka akan didapat selisih yang cukup besar. Tarikan garis ke timur akan melewati Benua Amerika, Afrika, serta Lautan Atlantik untuk bisa sampai ke Kota Mekka. Sementara tarikan ke Barat hanya akan melewati negara-negara kecil Asia.  Itulah mengapa umat muslim di tanah air menghadap Barat, tentunya dengan kemiringan beberapa derajat, ketika ia shalat.

  Lantas, apakah sebenarnya arah penjuru mata angin itu? Apakah Barat, Utara, Timur, dan Selatan? Mereka bahkan tidak memiliki awalan dan akhiran. Bukankah bumi itu bulat, lalu mengapa mereka muncul seolah bumi ini adalah bidang datar dengan hamparan luas? Adakah makna tersendiri dari masing-masing mereka? Mengapa utara selalu mengarah ke atas, selatan ke bawah, barat ke kanan, dan timur ke kiri? Dan itu semacam fundamental quantities yang telah disepakati seluruh warga dunia. Bahkan, ketika saya pernah jumpa sebuah undangan pernikahan dengan peta arah utara yang menunjuk ke kanan, guru saya mengatakan itu adalah bentuk dari sebuah ketololan dari si pembuat undangan– tentunya ketika saya menanyakannya pada beliau. Dan itu membuat saya sadar bahwa arah Utara, Selatan, Timur, Barat tak lain sama dengan kilogram, centimeter, dan meter.  Mengetahui hal itu, sebuah paradigm baru muncul dalam spekulasi penulis. Bahwa, sebenarnya arah-arah itu, Utara, Selatan, Timur, Barat, tidaklah benar-benar ada. Bak garis lintang, bujur, dan khatulistiwa. Mereka ada dengan maksud untuk mempermudah segala urusan. Mereka semua adalah hal khayal buatan manusia. Merka tidaklah benar-benar ada. Penjuru mata angin itu tidaklah ada.

  Manusia memang makluk yang melankolis. Ia memulai sesuatu, membuat, dan menetapkan. Namun, pada akhirnya ia hanya akan membodohi generasi berikutnya. Mereka menciptakan sebuah hal-hal konyol yang tidak masuk akal, namun mereka tidak dapat menjelaskannya. Kasus penjuru mata angin nampaknya bukalah sebuah hal yang “cukup” sederhana. Sebuah pemikiran polos bocah ingusan ternyata cukup bisa membuat “masalah”. Salah satu tugas dari kritikus adalah mengkritik dan menulis komentar negative untuk dijajakan di media cetak. Namun, dalam sumpah serapanya itu setidaknya ia cukup berpikir untuk menuliskan lontaran yang akan ia umbar – tidak seperti tokoh di atas yang telah saya jelakan. Saya sering mencomooh semboyan terkenal dalam salah satu film bahwa semua orang itu bisa memasak. Namun, mereka melupakan satu hal, bahwa tidak semua masakan itu memiliki rasa yang lezat. Perumpamaan seorang kritikus dan makanan setidaknya cukup untuk mengambarkan tingkah pola manusia.

  Semenjak kecil tentu kita telah dibiasakan – lebih cenderung dipaksa – untuk makan tiga kali sehari. Padahal ketika perut tidak merasa lapar. Namun saat ini, makanlah ketika perut Anda lapar. Bukankah sesuatu yang berlebihan itu dibenci Tuhan? Anda masih kenyang, namun ada dipaksa dan memaksakan perut anda. Bukankah itu termasuk kategori “berlebihan”?

  Memikirkan tentang pola tingkah manusia setidaknya tidak akan pernah cukup jika ditorehkan dalam sebuah lembar kertas dan tinta hitam. Manusia itu rumit, melankolis, dan juga konyol. Sepertinya lagu “Maroon 5 – Animals” tidak cocok menggambarkan manusia. Karena hewan tidak serumit dan seserakah manusia. Sepertinya yang membuat negeri ini lucu bukan sistemnya, melainkan manusiannya – pembuat system. Ah, sepertinya terbahak seharian tidak akan cukup untuk menertawakan kelucuan tingkah pola kita. Lucunya kita!

Sumber: Di sini

Dituliskan Oleh;
Arlinda Silva Prameswari
July, 11th 2015
Menunggu Hari Fitri, Menuju Malam Lailatul Qadar




Tidak ada komentar:

Posting Komentar