Pembuka

Laman seorang pemikir salah kaprah yang menulis seenak kupingnya. Tulisan di laman ini adalah murni dari penulis. Beberapa artikel mungkin mengandung unsur "doktrin" ataupun "opini serapah"

Gambar Header

Gambar Header

Kamis, 26 Februari 2015

HIPORTEMIA VERSI PENULIS

Anda mungkin tak asing dengan kata Hiportemia. Seperti yang dilantunkan oleh Gita Gutawa dalam lagunya, “Hiportemia di kutub utaraa….” Ya, saya tak perlu repot menjelaskan akan “Apa itu Hiportemia” dan mengapa “Hiportemia” itu terjadi. Baiklah, setidaknya sedikit. Hiportemia adalah  Hm… membuka dengan kalimat macam itu terlalu mainstream. Satu kata yang mewakili banyak hal akan Hiportemia — kedinginan yang berlebih. Dan akhir-akhir ini “syndrome” sialan itu mulai melanda penulis.

Baiklah, tidak penting apakah penulis ini terkena hiportemia atau tak. Karena kuberitahu satu hal, itu amat tidak guna. Yang terpenting adalah, penulis ini masih bisa menulis — walaupun dengan tema konyol macam ini. “Thank’s to Hiportemia”, ala orang 9gag.

Berani taruhan? Kalian mungkin bingung “bagaimana” hiportemia melanda di Negara — yang kata pemain bola luar — lengket. Baiklah saya tegaskan sekali lagi, ini artikel Hiportemia versi penulis. Dan isinya mungkin agak menyimpang dengan kenyataan ilmiahnya. Satu peringatan untuk anda, “Jika tidak ingin otak anda teracuni dengan tulisan saya”, jangan scroll down.


****

Apa yang anda pikirkan tentang udara?”
 “Udara itu vital”, saya menjawab.
Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan ­— yang kata pemain bola luar (lagi) — lengket, suhu hangat menjadi bagian dari hidup warga Indonesia. Tidak adanya musim dingin merupakan anugerah tersendiri. Coba anda bayangkan musim dingin melanda Negeri ini, suhu mendekati nol, salju turun, sungai-sungai membeku. Gimana jadinya nasib sungai Ciliwung? Keseharian warga sana ibarat makan buah simalakamah, “ngelakuin, gak ngelakuin, ya tetap gitu!” mulai dari mandi, cuci baju, bersihin makanan, sampe buang hasil sisa makanan disana. Kalau ciliwung membeku? Ah tentu itu semua terlihat gamblang di atas — if you know what I mean.
Lupakan soal ciliwung dan segala kerumitannya, kita kembali ke suhu dingin. Tentunya kesulitan tersendiri bagi orang yang dibesarkan di suhu hangat, lalu tiba-tiba tinggal — diharuskan tinggal, tepatnya— di tempat anda bisa tidak mandi 3 hari. Suhu 18 celcius saja, orang sini sudah sambatnya bukan main kedinginan. Beda lagi orang barat, suhu segitu dibilang hangat. Ya, pada dasarnya kita memang beda. Sejauh ini, suhu ekstrim yang penulis rasakan hanya sampai 15 derajat di malam hari, disaat musim kemarau. Entahlah, mungkinkah sampai 10 derajat di musim penghujan esok? Penulis  takut berandai.

Kenyataan konyol yang kau dapat adalah saat suhu dingin, kau ingin makan es krim. Entahlah anak ini sungguh greget. Apakah makan es balok kurang greget? Atau sama gregetnya saat kau pesan es teh manis, namun dihidangkan pelayan dengan es teh hambar? Simpan jawaban anda.

Papa aku ingin es krim
Rasa apaun itu tak apa
Es Krim untuk luapan pikiranku
Apa yang sedang ku pikikan?
Aku dingin dalam hati hampa

Ditulis oleh Arlinda Silva Prameswari
3.39 P.M (+8 GMT) 9/1/14

Saat dingin meracun tubuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar